Maknawi Desa ala SPPQT
Oleh Andi Gatot, Pegiat SPPQT 2003-2016
Berdesa sekarang dan dulu
Maknawi Desa lazim kita dengar di tanah jawa, sepadan dengan makna tersebut di daerah lain seperti : gampong, kampuang, muenasah, nagari dan sebagainya, makna dari semuanya adalah tanah air. Kesemuanya ini mengarahkan pada otoritas tersendiri dalam menguasai dan mengelola tanah air yang ada di desa. Terkadang pendulum dari atas melalui kebijakan atau instrument aturan lainnya,ada kalanya menimbulkan ketimpangan dalam pelaksanaan yang di gagasan dari bawah oleh desa itu sendiri.
Padahal sebelum kemerdekaan, peradaban berdesa yang berjalan menguatkan dan menjaga nilai-nilai keaslian dalam desa, semangat keakraban dalam gotong royong dari segala dimensi sangat mudah dalam memenuhi kebutuhan warga desa dengan segala warnanya. Atas nama jaman modern, apakah akan memperkuat desa selain pembangunan infrastrukturnya, maka pembangunan selain infrastruktur apa yang bisa dilakukan oleh warga desa, guna menjawab solusi berdesa.
Gerak SPPQT
Ada rumus ideal dalam berdesa atau menjalankan kehidupan di desa, yaitu langgengnya semangat kebersamaan gotong royong, idiom ini menjadi kesimpulan bersama sebagai makna nilai-nilai luhur yang senantiasa dijaga dan di uri uri selamanya. Pengejawantahan makna gotong royong menjadi patokan SPPQT dalam kerangka mewujudkan kedaulatan desa yang hakiki, karena makna tersebut berdasarkan pada :
- Kesadaran kolektif, kelompok tani – paguyuban petani – pemerintahan desa;
- Membangun pertanian yang berkeadikan – berkeadaban dan berdaulat;
- Petani sebagai penyeimbang politik lokal desa;
- Terbangunnya peradaban baru desa yang adil makmur berbasis pertanian.
Jadi, SPPQT memaknai desa sangat kental dengan nafas petani dan pertanian pedesaan, sehingga pemaknaan atas desa ala SPPQT menurut bahasa = desa adalah Indah, secara falsafah = desa indah (hakekat) dan secara istilah = desa yang indah. Jika diterjemahkan menurut SPPQT “ Desa berdaulat yang mampu mengontrol (menguasai, menentukan) dan mengakses (mengelola) segala sumber daya yang di miliki desa”. Hal ini akan berjalan dengan semestinya di topang mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan desa beserta seluruh isinya, diantaranya :
- Kreatifitas;
- Kerja ekspresif;
- Apresiatif;
- Berpenghidupan;
- Gotong Royong;
- Tolong menolong;
- Guyub;
- Terbuka;
- Kekeluargaan;
- Kebhineka Tunggal Ikaan;
- Menjaga dan menyelamatkan generasi;
- Membangun pengetahuan.
Berangkat dari uraian diatas memberikan arahan bagi kita semua dalam menjalankan “berdesa” merujuk pada kesepahaman dan kesepakatan tersebut, adapun perjalannya terjadi tolak belakang atau kotradiktif, tentu proses koreksi ditempuh. Kesemuanya di jalankan untuk memberikan hasil akhir proses berdesa yang mampu menjawab kebutuhan dari warga desa. Keniatan melandasi pada komitmen yaitu kesetiaan pada tujuan yang telah di sepakati, mewujudkan kesejahteraan berlandaskan keadilan bagi seluruh warga desa. Menggerakkan roda berkehidupan di desa, berjalan pada aras bidangnya masing-masing, terlebih utama adalah berbagi tugas dan peran dalam bingkai yang telah kita sepakati sebagaimana nilai-nilai dasar/prinsip diatas. Kepercayaan dan tanggung jawab telah di berikan pada masing-masing individu warga desa, sistem berdesa telah ada, kunci keberhasilan guna menjemput kesejahteraan yang berkeadilan akan mewujudkan impian nan Qaryah Thayyibah.