Pernyataan Sikap SPPQT untuk Hari Tani Nasional 2025

Petani adalah Subjek Kedaulatan, Bukan Objek!

Hari Tani Nasional tahun ini kembali mengingatkan kita akan janji-janji kemandirian pangan dan kesejahteraan petani yang masih jauh dari kenyataan. Selama ini, petani dan buruh tani seringkali hanya dianggap sebagai angka-angka statistik dalam laporan produksi nasional, tanpa benar-benar menjadi subjek yang suaranya didengar dan hak-haknya dilindungi.

SPPQT, Serikat Paguyuban Petani Qaryah Yhayyibah (SPPQT), menegaskan bahwa petani adalah pilar utama kedaulatan pangan dan ekonomi bangsa. Oleh karena itu, sudah saatnya narasi pembangunan pertanian digeser dari fokus pada komoditas dan hasil panen semata, menjadi fokus pada manusianya: petani dan buruh tani.

Pemerintah berulang kali menggaungkan program Reforma Agraria sebagai solusi atas ketimpangan penguasaan lahan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Sejak Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diterbitkan, penguasaan lahan oleh petani kecil justru semakin tergerus. Konflik lahan terus menjadi jadi dan untuk kesekian kalinya petani selalu menjadi korban. Tanah-tanah produktif terus dikonsolidasikan oleh korporasi besar dan segelintir pengusaha. Janji untuk mendistribusikan tanah kepada petani gurem dan buruh tani seringkali hanya retorika kosong yang tidak pernah terwujud.

SPPQT menyoroti ketidakadilan yang secara struktural dialami oleh perempuan petani. Banyak dari mereka bekerja keras di sawah dan ladang, namun secara formal hanya tercatat sebagai “ibu rumah tangga” di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Konsekuensinya, mereka menjadi kelompok yang rentan, terpinggirkan, dan miskin akses. Mereka sulit mendapatkan pinjaman modal, tidak terjangkau program pelatihan, dan tidak terdaftar sebagai penerima manfaat dari berbagai subsidi pemerintah. Padahal, mereka adalah tulang punggung ekonomi keluarga dan kunci keberlanjutan pertanian.

SPPQT menolak narasi pemerintah yang mengarah pada model “korporasi petani” yang justru akan meminggirkan petani gurem dan buruh tani. Skema ini cenderung melihat petani sebagai bagian dari rantai produksi yang dikendalikan oleh perusahaan besar, bukan sebagai pemilik kedaulatan atas lahan dan hasil panen mereka.  SPPQT menolak masa depan di mana petani miskin hanya menjadi buruh bagi korporasi pertanian raksasa.

Tuntutan SPPQT

Dalam momentum Hari Tani Nasional 2025, SPPQT menuntut pemerintah untuk:

  1. Stop Eksploitasi alam dan penindasan petani : Hentikan program yang berpotensi menghilangkan kepemilikan dan kedaulatan petani. Lindungi hak-hak petani gurem dan buruh tani dari alam dan penindasan terhadap petani.
  2. Reforma Agraria Sejati: Tuntaskan reforma agraria secara berpihak. Redistribusikan lahan secara adil kepada petani gurem dan buruh tani, dan fasilitasi mereka dengan akses modal, teknologi, dan pasar.
  3. Pengakuan dan Pemberdayaan Perempuan Petani: Lakukan pendataan yang akurat dan berikan pengakuan formal kepada perempuan petani. Berikan mereka akses yang setara terhadap pinjaman, pelatihan, dan program bantuan.
  4. Perlindungan Nyata: Perkuat perlindungan harga komoditas dan berikan subsidi yang tepat sasaran. Pastikan petani memiliki jaring pengaman dari fluktuasi harga pasar dan dampak perubahan iklim.

SPPQT menyerukan kepada seluruh petani, buruh tani, dan seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu dan terus berjuang menegakkan kedaulatan pangan serta mewujudkan keadilan agraria. Hanya dengan keberpihakan yang nyata pada rakyat, kesejahteraan petani dapat benar-benar tercapai.

Hidup Petani! Hidup Buruh Tani!

Salatiga, 24 September 2025

Serikat Paguyuban Petani Qaryah Yhayyibah (SPPQT)

Pernyataan Sikap SPPQT untuk Hari Tani Nasional 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *